Assalamu'alaikum

Silahkan mendownload atau copy-paste materi disini, setelah itu WAJIB dibaca ya. .jangan cuma bikin penuh drive aja. .semangat!!!

Best Regard,


Echy Dewantari

25.7.12

MEDICAL JOURNAL Of LAMPUNG UNIVERSITY (MAJORITY)


Format Pedoman Penulisan Jurnal Mahasiswa FK Unila


PEDOMAN PENULISAN
JURNAL MAHASISWA FK UNILA
MEDICAL JOURNAL Of LAMPUNG UNIVERSITY (MAJORITY)



Medical Journal Of Lampung University (Majority) adalah publikasi WAJIB sebagai salah satu syarat untuk lulusan S1 yang menggunakan sistem seleksi peer-review dan Tim redaksi. Naskah diterima oleh redaksi, mendapat seleksi validitas oleh peer-reviewer, serta diseleksi oleh redaksi. Medical Journal Of Lampung University (Majority)  menerima artikel penelitian asli yang berhubungan dengan dunia kedokteran, kesehatan masyarakat, ilmu dasar kedokteran, baik penelitian epidemiologi maupun laboratorium, dan artikel tinjauan pustaka. Tulisan merupakan tulisan asli (bukan plagiat) dan sesuai dengan kompetensi sarjana kedokteran.


Kriteria artikel


1. Penelitian asli: hasil penelitian asli dalam ilmu kedokteran, kesehatan masyarakat, ilmu dasar kedokteran. Format terdiri dari judul penelitian, nama dan lembaga pengarang, abstrak, dan teks (pendahuluan, metode, hasil, pembahasan/diskusi, kesimpulan, dan saran).


2. Tinjauan pustaka: tulisan artikel review/sebuah tinjauan terhadap suatu fenomena atau ilmu dalam dunia kedokteran dan kesehatan, ditulis dengan memperhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi pembaca.



Petunjuk Bagi Penulis

1. Medical Journal Of Lampung University (Majority) hanya akan memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan pada jurnal lain.


2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, jelas, lugas, serta ringkas. Naskah diketik di atas kertas A4 dengan dua (2) spasi, kecuali untuk abstrak satu (1) spasi. Ketikan tidak dibenarkan dibuat timbal balik. Ketikan diberi nomor halaman mulai dari halaman judul. Batas atas, bawah, kiri dan kanan setiap halaman adalah 2.5 cm. Naskah terdiri dari minimal 3 halaman dan maksimal 15 halaman. Naskah per halaman dibentuk dalam 2 bagian seperti buku (ada naskah bagian kanan dan kiri).


3. Naskah harus diketik dengan komputer dan harus memakai program Microsoft Word. Naskah dikirim melalui email ke alamat majorityfkunila@yahoo.com dengan menyertakan identitas penulis beserta alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi.


4. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Penelitian asli harus mengikuti sistematika sebagai berikut:

Judul karangan (Title)

Nama dan Lembaga Pengarang (Authors and Institution)

Abstrak (Abstract)

Naskah, yang terdiri atas:

·         Pendahuluan (Introduction)

·         Metode (Methods)

·         Hasil (Results)

·         Pembahasan (Discussion)

·         Kesimpulan

Daftar Pustaka (Reference)


5. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Tinjauan pustaka harus mengikuti sistematika sebagai berikut:

Judul

Nama penulis dan lembaga pengarang

Abstrak

Naskah (Text), yang terdiri atas:

·         Pendahuluan (termasuk masalah yang akan dibahas)

·         Pembahasan

·         Kesimpulan

Daftar Rujukan (Reference)


6. Judul ditulis dengan huruf besar, dan bila perlu dapat dilengkapi dengan anak judul. Naskah yang telah disajikan dalam pertemuan ilmiah nasional dibuat keterangan berupa catatan kaki.


7. Nama penulis harus disertai dengan asal fakultas penulis. Alamat korespondensi ditulis lengkap dengan nomor telepon dan email.


8. Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia. Panjang abstrak tidak melebihi 200 kata dan diletakkan setelah judul makalah dan nama penulis.


9. Kata kunci (key words) yang menyertai abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia. Kata kunci diletakkan di bawah judul setelah abstrak. Tidak lebih dari 5 kata, dan sebaiknya bukan merupakan pengulangan kata kata dalam judul.


10. Kata asing yang belum diubah ke dalam bahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring (italic).


11. Tabel
Setiap tabel harus diketik 2 spasi. Nomor tabel berurutan sesuai dengan urutan penyebutan dalam teks. Setiap tabel diberi judul singkat. Tempatkan penjelasan pada catatan kaki, bukan pada judul. Jelaskan dalam catatan kaki semua singkatan tidak baku yang ada pada tabel, jumlah tabel maksimal 6 buah.



12. Gambar
Gambar sebaiknya dibuat secara profesional dan difoto. Gambar harus diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalam teks, jumlah gambar maksimal 6 buah.


13. Metode statistik
Jelaskan tentang metode stastistik secara rinci pada bagian metode. Metode yang tidak lazim ditulis secara rinci berikut rujukan metode tersebut.


14. Ucapan terima kasih
Batasi ucapan terimakasih pada para profesional yang membantu penyusunan makalah, termasuk pemberi dukungan dana, dan dukungan umum dari suatu institusi.


15. Daftar pustaka
Rujukan ditulis sesuai aturan penulisan metode Harvard.


majorityfkunila.blogspot.com

2.11.11

Pemeriksaan Nervus Cranialis

1) Nervus I : olfaktorius
Tujuannya adalah untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu, selain itu untuk mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau penyakit hidung lokal.

Cara pemeriksaan
Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta untuk mencium bau-bauan tertentu yang tidak merangsang .Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan menutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan. Sebelumnya periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip. Contoh bahan yang sebaiknya dipakai adalah : teh, kopi,tembakau,sabun, jeruk.
Adapun kelainan yang bisa didapatkan dapat berupa:

a) Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.
b) Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam
c) Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka.
d) Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.
e) Jika parosmia dicirikan oleh modalitas olfaktorik yang tidak menyenangkan atau yang memuakan seperti bacin , pesing dsb, maka digunakan istilah lain yaitu kakosmia.
f) Baik dalam hal parosmia maupun kakosmia adanya perangsangan olfaktorik merupakan suatu kenyataan, hanya pengenalan nya saja tidak sesuai, tetapi bila tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa adanya perangsangan maka kesadaran akan suatu jenis bau ini adalah halusinasi, yaitu halusinasi olfaktorik.

2) Nervus II : Optikus
a) Pemeriksaan ketajaman penglihatan
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengukur ketajaman penglihatan ( visus) dan menentukan apakah kelainan pada penglihatan disebabkan oleh kelainan okuler lokal atau oleh kelainan saraf.

Persiapan:
Ruangan harus mempunyai penerangan yang baik. Yakinkan terlebih dahulu bahwa tidak ada katarak, jaringan parut di kornea atau nebula, iritis, uveitis, glaucoma atau korpus alienum. Awas jangan melakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan pada mata buatan!. Tanyakan apakah pasien buta huruf atau tidak. Pemeriksaan ketajaman penglihatan (visus) harus dilakukan pada masing-masing mata secara bergiliran. Pemeriksaan visus ini merupakan pemeriksaan kasar yang tidak bertujuan untuk menentukan lensa kacamata untuk koreksi kelainan refraksi.


Pemeriksaan:
• membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan jalan pasien disuruh melihat benda yang letaknya jauh misal jam didinding, membaca huruf di buku atau koran.
• melakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu Snellen. Pasien diminta untuk melihat huruf huruf sehingga tiap huruf dilihat pada jarak tertentu, kartu snellen ialah huruf huruf yang disusun makin kebawah makin kecil , barisan paling bawah mempunyai huruf huruf paling kecil yang oleh mata normal dapat dibaca dari jarak 6 meter.
contoh visus = 2/60 pasien hanya dapat melihat pergerakan jari pada jarak 2 meter Untuk gerakan tangan harus tampak pada jarak 300 meter. Jika kemampuannya hanya sampai membedakan adanya gerakan , maka visusnya ialah 1/300. Contoh Visus = 3/300 pasien hanya dapat melihat pergerakan tangan pada jarak 3 meter. Namun jika hanya dapat membedakan antara gelap dan terang maka visus nya 1/~, bila dengan sinar lampu masih belum dapat melihat maka dikatakan visus pasien tersebut adalah nol. Bila hendak melakukan pemeriksaan pada mata kanan maka mata kiri harus ditutup dengan telapak tangan kanan dan sebaliknya.
Bila terdapat gangguan ketajaman penglihatan apakah gangguan ketajaman penglihatan yang disebabkan oleh kelainan oftalmologik ( bukan saraf ) misalnya kornea, uveitis, katarak dan kelainan refraksi maka dengan menggunakan kertas yang berlubang kecil dapat memberikan kesan adanya faktor refraksi dalam penurunan visus, bila dengan melihat melalui lubang kecil huruf bertambah jelas maka faktor yang berperan mungkin gangguan refraksi.

b) Pemeriksaan pengenalan warna
Tes untuk pengenalan warna dapat dilakukan dengan menggunakan tes ishihara dan stiling atau dengan potongan benang wol berbagai warna. Pasien disuruh membaca angka berwarna yang tercantum dikartu stiling atau ishihara, atau mengambil wol berwarna sesuai dengan perintah.
c) Pemeriksaan medan(lapangan) penglihatan
Medan penglihatan merupakan batas penglihatan perifer. Medan tersebut adalah ruang dimana sesuatu masih dapat dilihat oleh mata yang pandangannya ditatapkan secara menetap pada satu titik. Kalau kita menatapkan pandangan salah satu mata pada suatu benda, maka gambarannya dapat diserap oleh macula dengan jelas dan tajam. Penglihatan yang diserap oleh macula disebut penglihatan sentral. Namun demikian, secara serentak bagian retina di luar daerah macula dapat menyerap juga gambran tersebut, meskipun kurang tajam dan kurang berwarna. Penglihatan dengan perantaraan retina diluar macula dikenal sebagai penglihatan perifer.

Persiapan:
Untuk setiap tes yang akan dipakai diperlukan kooperasi pasien. Pasien diberi penjelasan terlebih dahulu mengenai tes yang akan diambil. Pertama pasien harus dilatih untuk emnatapkan pandangannya pada suatu titik dan memberitahukan terlihatnya kapas putih atau ujung pensil yang memasuki kawasan medan penglihatannya. Hal ini bertujuan untuk memberitahukan kepada pasien bahwa ia tidak usah mencari dengan menggerakan bola matanya bila sipemeriksa menanyakan sudah ;ihat belum. Ia menunggu saat terlihatnya sesuatu yang dipertunjukkan dengan pandangannya tetap menatap pada titik fiksasi itu. Tes medan penglihatan ini dilakukan secara monokuler.
Dalam klinik dikenal 3 metode tes medan penglihatan, yaitu tes konfrontasi dengan tangan, tes dengan kampimeter, dan tes dengan perimeter.

Pemeriksaan:
• Metode Konfrontasi
Dalam hal ini pasien duduk atau berdiri kurang lebih jarak 1 meter dengan pemeriksa, Jika kita hendak memeriksa mata kanan maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangannya pemeriksa harus menutup mata kanannya. Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat ke mata kanan pasien. Setelah pemeriksa menggerakkan jari tangannya dibidang pertengahan antara pemeriksa dan pasien dan gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien mulai melihat gerakan jari – jari pemeriksa , ia harus memberitahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya. Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan ( visual field ) maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut.Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing masing mata harus diperiksa.

• Tes dengan kampimeter dan perimeter
Kampimeter adalah papan tulis hitam dimana tergambar bundaran dengan garis garis radial berikut dengan bintik buta. Sedangkan perimeter adalah alat diagnostic yang berbentuk lengkungan seperti gambar dibawah ini:









Dengan perimeter didapat hasil yang lebih akurat oleh karena lengkungan perimeter sesuai dengan lengkungan retina. Perimeter dilengkapi dengan tempat untuk meletakkan dagu, sehingga pasien dapat menjalani tes dengan posisi kepala yang tepat tanpa meletihkan diri. Lebih teliti dari tes konfrontasi. Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.

d) Pemeriksaan fundus
Dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop. Funduskopi dilakuakn dengan tujuan menentukan adanya miopi, hipermetropi, atau emetropi; penegnamatn retina; dan pengamatan papil nervi optisi
Persiapan:
Perhatikan posisi atau sikap pasien dan pemeriksa serta kondisi opthalmoskop. Pasien dapat periksa dengan posisi duduk atau berbaring. Periksa terlebih dahulu lampu dan baterai opthalmoscop baik dan lensa yang ditempatkan diantara lubang pengintai dan lubang penyorot adalah berdioptri nol bila pasien emetrop (normal). Sebelum dilakukan pemeriksaan funduskopi kamar periksa digelapkan terlebih dahulu.
Pemeriksaan:
Pemeriksa memegang optalmoskop dengan tangan dominan. Tangan yang lainnya diletakkan diatas dahi pasien dengan tujuan sebagai fiksasi terhadap kepala pasien.kemudian sipemeriksa menyandarkan dahinya dorsum manis pada tangan yang memegang dahi pasien, sehingga mata pasien dan mata pemeriksa berhadapan satu sama lain. Selanjutnya sipemeriksa menempatkan tepi atas teropong optalmoskop dengan lubang pengintai diatas alis. Setelah lampu oftalmoskop dinyalakan, pemeriksa mengarahkan sinar lampu itu ke pupil pasien. Selama funduskopi dilakukan, pasien diminta untuk mengarahkan pandangan matanya jauh kedepan. Bila pandangan itu diarahkan kesinar lampu, sinar lampu akan dipantulkan oleh fovea sentralis ke lubang teropong dan fundus mata sukar mata sukar terlihat.
3) Nervus III (okulomotor)
a) Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula.
b) Gerakan bola mata.
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.
c) Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi bentuk dan ukuran pupil, perbandingan pupil kanan dan kiri ( pupil sebesar diameter 1mm, perbedaan masih dianggap normal ), refleks pupil. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan :
- Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
- Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
- Refleks pupil akomodatif atau konvergensi

Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi).

4) Nervus IV (Troklearis)
Pemeriksaan meliputi :
a) Gerak mata ke lateral bawah
b) Strabismus konvergen
c) Diplopia

5) Nervus V (Trigeminus)
a) Pemerksaan motorik
• pasien diminta merapatkan gigi sekuatnya, kemudian meraba m . masseter dan m. temporalis. Normalnya kiri dan kanan kekuatan, besar dan tonus nya sama .
• pasien diminta membuka mulut dan memperhatikan apakah ada deviasi rahang bawah, jika ada kelumpuhan maka dagu akan terdorong kesisi lesi. Sebagai pegangan diambil gigi seri atas dan bawah yang harus simetris.Bila terdapat parese disebelah kanan , rahang bawah tidak dapat digerakkan kesamping kiri. Cara lain pasien diminta mempertahankan rahang bawahnya kesamping dan kita beri tekanan untuk mengembalikan rahang bawah keposisi tengah
b) Pemeriksaan sensorik
Dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan suhu, kemudian lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.
Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Mula-mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul.
Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar dan pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2.
Temperatur tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.


c) Pemeriksaan Refleks
• Refleks masseter / Jaw reflex ( berasal dari motorik Nervus V).
Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada bagian tengah dagu, lalu pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul dengan ”hammer refleks” normalnya didapatkan sedikit saja gerakan, malah kadang kadang tidak ada. Bila ada gerakan nya hebat yaitu kontraksi m.masseter, m. temporalis, m pterygoideus medialis yang menyebabkan mulut menutup ini disebut reflex meninggi.

• Refleks supraorbital.
Dengan mengetuk jari pada daerah supraorbital, normalnya akan menyebabkan mata menutup homolateral ( tetapi sering diikuti dengan menutupnya mata yang lain ).

6) Nervus VI (Abdusens)
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.
7) Nervus VII (Fasialis)
a) Pemeriksaan fungsi motorik.
Pasien diperiksa dalam keadaan istirahat. Perhatikan wajah pasien kiri dan kanan apakah simetris atau tidak. Perhatikan juga lipatan dahi, tinggi alis, lebarnya celah mata, lipatan kulit nasolabial dan sudut mulut.Kemudian pasien diminta untuk menggerakan wajahnya antara lain:
– Mengerutkan dahi, dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam.
– Mengangkat alis
– Menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa.
– Moncongkan bibir atau menyengir.
– Suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama kuat . Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi yang lumpuh.
b) Pemeriksaan fungsi sensorik.
• Dilakukan pada 2/3 bagian lidah depan. Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah , kemudian pada sisi kanan dan kiri diletakkan gula, asam,garam atau sesuatu yang pahit. Pasien cukup menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas.
• Bahannya adalah:Glukosa 5 %, Nacl 2,5 %, Asam sitrat 1 %, Kinine 0,075 %.
• Sekresi air mata.
• Dengan menggunakan Schirmer test ( lakmus merah )
• Ukuran : 0,5 cm x 1,5 cm
• Warna berubah menjadi Biru : Normal: 10 – 15 mm ( lama 5 menit ).

8) Nervus VIII (Vestibulococlearis)
Tes pendengaran (N. Kokhlearis):
a) Tes Bisik
Tes ini merupakan tes yang sederhana tapi cukup informative. Untuk ini diperlukan ruangan sepanjang 6 meter dan bersifat kedap suara. Orang coba duduk menyamping sehingga yang akan diperiksa menghadap ke mulut pemeriksa. Tutuplah telinga yang tidak diperiksa dan kalau perlu mata juga ditutp agar gerakan bibir tidak terlihat. Pemeriksa mengucapkan kata-kata secara berbisik dengan intensitas bisiskan sejauh 30 cm dari telinga dan orang coba harus mengulangi dengan benar. Bila dapat didengar dari jarak: 6 meter berarti normal, 5 meter dalam batas normal, 4 meter berarti tuli ringan, 2- 3 meter berarti tuli sedang, dan 1 meter berarti tuli berat. Selain itu, tes pendengaran dapat dilakukan dengan membisikkan kata-kata yang frekuensinya tinggi misalnya karcis, kikis, dan sebagainya.
b) Tes Arloji
orang coba diminta mendengarkan detik arloji yang mula-mula telinga kanan kemudian telinga kiri.
c) Tes Garpu tala
Tes Rinne
Garpu tala digetarkan kemudian pangkalnya ditempatkan pada tulang mastoid orang coba. Orang coba diminta untuk memberitahukan jika bunyi garpu tala tidak terdengar lagi. Lalu garpu tala dipindahkan sehingga ujungnya yang bergetar berada kira-kira 3 cm di depan liang telinga. Jika suara masih terdengar maka disebut rinne positif, sedang bila tidak dapat didengar lagi disebut rinne negative.
Tes Weber
Garpu tala digetarkan dan ditempatkan di vertex orang coba. Bila suara terdengar lebih keras pada salah satu telinga, misalnya kanan maka ini disebut lateralisasi ke kanan.
Tes Schawabach
Garpu tala digetarkan dan ditempatkan pada tulang mastoid orang coba. Orang coba diminta memberitahukan bila tidak mendengar bunyi lagi dan dengan segera garpu tala dipindahkan ke tulang mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa juga tidak mendengar suara maka prosedur pemeriksaan dibalik. Garpu tala mula-mula diletakkan pada tulang mastoid pemeriksa dan setelah tak terdengar dipindahkan pada orang coba. Bila orang coba juga tidak mendengar berarti telinga orang coba normal.
Tes keseimbangan (N. Vestibularis):
a) Reaksi Kompensasi
Orang coba duduk tegap pada kursi barani kemudian diputar dengan kecepatan 10x/ detik. Perhatikan reaksi orang coba bila kursi diputar dari arah kana ke kiri akan terlihat kompensasi berupa ekstensi kaki kiri dan fleksi kaki kanan disertai gerakan bola mata.
b) Tes tunjuk
Orang coba duduk pada kursi barani sedang pemeriksa berdiri di depannya. Orang coba meluruskan tangan kanannya sedangkan pemeriksa mengulurkan jari telunjuknya, sehingga dapat disentuh oleh jari orang coba. Orang coba mengangkat lengan kanannya dan kemudian dengan cepat menurunkannya kembali sehingga menyentuh jari telunjuk pemeriksa. Mata orang coba ditutp dengan sapu tangan dan kepala ditundukkan 30o ke depan. Putarlah kursi ke kanan 10x dalam 20 detik. Perhatikan arah gerakan kepala dan badan orang coba kemudian putaran kursi dehentikan dan penutup mata dibuka. Orang coba diminta untuk menegakkan kepalanya kembali dan lakukan tes tunjuk seperti di atas.
c) Nistagmus
Orang coba duduk di kursi barani dengan kedua tangannya diletakkan pada sandaran kursi dan kedua kaki pada tempat dengan sebaik-baiknya. Mata orang coba ditutp dengan sapu tangan dan kepala ditundukkan 30o ke depan. Putarlah kursi ke kanan 10x dalam 20 detik. Kemudian hentikan putaran sambil membuka penutup mata dan mintalah orang coba melihat pada suatu benda yang agak jauh di depannya. Perhatikan gerakan bola matanya.
d) Tes jatuh
Orang coba duduk di atas kursi barani dengan kedua mata tertutup dan badan membungkuk sampai 120o, putarlah kursi ke kanan dengan putaran 10x dalam 20 detik. Segera putaran dihentikan dan orang coba diminta berdiri tegak. Perhatikan kea rah mana orang tersebut akan jatuh.
e) Tes tongkat
Orang coba memegang tongkat yang difiksir pada lantai sambil menundukkan kepala dan mengelilingi tongkat tersebut. Kemudian orang coba diminta berjalan dan perhatikan bagaimana reaksinya.
9) Nervus IX (Glosofaringeus) dan Nervus X (Fagus)
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “aaaa” jika uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.
Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan.
Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).

10) Nervus XI (Aksesorius)
a) Memeriksa tonus dari m. Trapezius. Dengan menekan pundak pasien dan pasien diminta untuk mengangkat pundaknya.
b) Memeriksa m. Sternocleidomastoideus. Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri dan ditahan oleh pemeriksa , kemudian dilihat dan diraba tonus dari m. Sternocleidomastoideus.

11) Nervus XII (Hipoglosus)
a) Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan perkataan tidak dapat diucapkan dengan baik hal demikian disebut: dysarthri.
b) Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya tergeser kedaerah lumpuh karena tonus disini menurun.
c) Bila lidah dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi yang sakit.
d) Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot lidah .
e) Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan lidah kesamping pada pipi dan dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi pipi.

3.6.11

Definisi Neoplasma dan Metabolisme, Sifat, Klasifikasi dan Efek Neoplasma

neoplasma

Neoplasma adalah sekumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus-menerus secara tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh.

Suatu Neoplasma, sesuai definisi Willis, adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasi dengan pertumuhan jaringan normal serta terus demikian walaupun rancangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Hal mendasar tentang asal neoplasma adalah hialngnya responsivitas terhadap faktor pengendali pertubuhan yang normal. Sel neoplastik disebut mengalami transformasi karena terus memblah diri, tampak nya tidak perduli terhadap pengaruh regulatorik yang mengandalikan pertumbuhan senormal. Selain itu, neoplasma berperilaku seperti parasit dan bersaing dengan sel dan jaringan normal untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya. Tumor mungkin tumbuh subur pada pasien yang kurus kering. Sampai tahap tertentu, neoplasma memiliki otonomi dan sedikit banyak terus membesar tanpa bergantung pada lingkugan lokal dan status gizi pejamu. Namun, otonomi tersebut tidak sempurna. Beberapa neoplasma membutuhkan dukungan endokrin, dan ketergantungan semacam ini kadang-kadang dapat dieksploitasi untuk merugikan neoplasma tersebut. Semua neoplasma bergantung pada pejamu untuk memenuhi kebutuhan gizi dan aliran darah.

Dalam penggunaan istilah kedoteran yang umum, neoplasma sering disebut sebagai tumor, dan ilmu tentang tumor disebut onkologi (dari onkos, tumor dan logos, ilmu) dalam onkologi, pembagian neoplasma menjadi kategori jinak dan ganas merupakan hal penting. Pembagian ini didasarkan pada penilaian tentang kemungkinan prilaku neoplasma. Suatu tumor dikatakan jinak (beniga) apabila gambaran mikroskopik dan makroskopiknya dianggap relatif tidak berdosa, yang mengisyaratkan bahwa tumr tersebut akan terlokalisasi, tidak dapat menyebar ketempat lain, dan pada umumnya dapat dikeluarkan dengan tindakan bedah lokal; pasien umumnya selamat. Namun, perlu dicatat bahwa tumor jinak dapat menimbulkan kelainan yang lebih dari sekedar benjolan lokal, dan kadang-kadang tumor jinak menimbulkan penyakit serius. Tumor Ganas (maligna) secara kolektif disebut kanker, yang berasal dari kata latin untuk kepiting ± tumor melekat erat kesemua permukaan yang dipijaknya, seperti seekor kepiting. Ganas, apabila diterapkan pada neoplasma, menunjukkan bahwa lesi dapat menyerbu dan merusak struktur didekatnya dan menyebar ke tempat jauh (metastesis) serta menyebabkan sedemikian ematikan. Sebagian ditemukan secara dini dan berhasil dihilangkan, tetapi sebutan ganas menandakan bendera merah.

Metabolisme Sel Neoplasma

A. Sumber Energi

Sel-sel neoplasma mendapat energi terutama dari glikosis anaerob karena kemampuan sel untuk oksidasi berkurang, walaupun mempunyai enzim-enzim lengkap untuk oksidasi. Berbeda dengan sel-sel jaringan normal yang susunan enzimnya berbeda-beda maka susunan enzim semua sel neoplasma ialah lebih kurang sama (uniform).

B. Susunan Enzim

Sel normal lebih mengutamakan melakukan fungsi (yang menghasilkan energi dengan jalan katabolisme) daripada pembiakan (yang membutuhkan energi untuk anabolisme). Sel neoplasma lebih mengutamakan pembiakan daripada melakukan fungsinya, sehingga susunan enzim untuk katabolisme menjadi tidak penting lagi. Karena itu susunan enzim sel-sel neoplasma adalah uniform.

C. “Competitive Struggle”

Jaringan yang tumbuh memerlukan bahan-bahan untuk membentuk protoplasma dan energi untuk tujuan tersebut. Sel-sel neoplasma agaknya diberikan prioritas untuk mendapat asam-asam amino sehingga sel-sel tubuh lainnya akan mengalami kekurangan. Ini dapat menerangkan mengapa penderita tumor ganas pada stadium terakhir mengalami cachexia.

Sifat Neoplasma

Sel neoplasma mengalami transformasi , oleh karena mereka terus- menerus membelah. Pada neoplasma, proliferasi berlangsung terus meskipun rangsang yang memulainya telah hilang. Proliferasi demikian disebut proliferasi neoplastik, yang mempunyai sifat progresif,tidak bertujuan, tidak memperdulikan jaringan sekitarnya,tidak ada hubungan dengan kebutuhan tubuh dan bersifat parasitic.

Sel neoplasma bersifat parasitic dan pesaing sel atau jaringan normal atas kebutuhan metabolismenya pada penderita yang berada dalam keadaan lemah . Neoplasma bersifat otonom karena ukurannya meningkat terus. Proliferasi neoplastik menimbulkan massa neoplasma, menimbulkan pembengkakan / benjolan pada jaringan tubuh membentuk tumor.

Sifat lainnya:

1) Tumbuh Aktif

2) Otonom

3) Parasit

4) Tidak Berguna

Sifat Tumor Jinak dan Tumor Ganas

A. Diferensiasi dan Anaplasia

Istilah diferensiasi dipergunakan untuk sel parenkim tumor.

Diferensiasi yaitu derajat kemiripan sel tumor ( parenkim tumor ). Jaringan asalnya yang terlihat pada gambaran morfologik dan fungsi sel tumor. Proliferasi neoplastik menyebabkan penyimpangan bentuk. Susunan dan sel tumor. Hal ini menyebabkan set tumor tidak mirip sel dewasa normal jaringan asalnya. Tumor yang berdiferensiasi baik terdiri atas sel-sel yang menyerupai sel dewasa normal jaringan asalnya,sedangkan tumor berdiferensi buruk atau tidak berdiferensiasi menunjukan gambaran sel primitive dan tidak memiliki sifat sel dewasa normal jaringan asalnya. Semua tumor jinak umumnya berdiferensiasi baik. Sebagai contoh tumor jinak otot polos yaitu leiomioma uteri. Sel tumornya menyerupai sel otot polos. Demikian pula lipoma yaitu tumor jinak berasal dari jaringan lemak ,sel tumornya terdiri atas sel lemak matur,menyerupai sel jaringan lemak normal.

Tumor ganas berkisar dari yang berdiferensiasi baik sampai kepada yang tidak berdiferensiasi . Tumor ganas yang terdiri dari sel-sel yang tidak berdiferensiasi disebut anaplastik. Anaplastik berasal tanpa bentuk atau kemunduran ,yaitu kemunduran dari tingkat diferensiasi tinggi ke tingkat diferensiasi rendah.

Anaplasia ditentukan oleh sejumlah perubahan gambaran morfologik dan perubahan sifat, pada anaplasia terkandung 2 jenis kelainan organisasi yaitu kelainan organisasi sitologik dan kelainan organisasi posisi.

Anaplasia sitologik menunjukkan pleomorfi yaitu beraneka ragam bentuk dan ukuran inti sel tumor. Sel tumor berukuran besar dan kecil dengan bentuk yang bermacam-macam . mengandung banyak DNA sehingga tampak lebih gelap (hiperkromatik ). Anaplasia posisionalmenunjukkan adanya gangguan hubungan antara sel tumor yang satu dengan yang lain . terlihat dari perubahan struktur dan hubungan antara sel tumor yang abnormal.

B. Derajat Pertumbuhan

Tumor jinak biasanya tumbuh lambat sedangkan tumor ganas cepat . tetapi derajat kecepatan tumbuh tumor jinak tidak tetap,kadang – kadang tumor jinak tumbuh lebih cepat daripada tumor ganas.karena tergantung pada hormone yang mempengaruhi dan adanya penyediaan darah yang memadai.

Pada dasarnya derajat pertumbuhan tumor berkaitan dengan tingkat diferensiasi sehingga kebanyakan tumor ganas tumbuh lebih cepat daripada tumor jinak.

Derajat pertumbuhan tumor ganas tergantung pada 3 hal,yaitu :

1) Derajat pembelahan sel tumor

2) Derajat kehancuran sel tumor

3) Sifat elemen non-neoplastik pada tumor

Pada pemeriksaan mikroskopis jumlah mitosis dan gambaran aktivitas metabolisme inti yaitu inti yang besar,kromatin kasar dan anak inti besar berkaitan dengan kecepatan tumbuh tumor.

Tumor ganas yang tumbuh cepat sering memperlihatkan pusat-pusat daerah nekrosis / iskemik. Ini disebabkan oleh kegagalan penyajian daerah dari host kepada sel – sel tumor ekspansif yang memerlukan oksigen.

C. Invasi Lokal

Hampir semua tumor jinak tumbuh sebagai massa sel yang kohesif dan ekspansif pada tempat asalnya dan tidak mempunyai kemampuan mengilfiltrasi ,invasi atau penyebaran ketempat yang jauh seperti pada tumor ganas.

Oleh karena tumbuh dan menekan perlahan – lahan maka biasanya dibatasi jaringan ikat yang tertekan disebut kapsul atau simpai,yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat sekitarnya. Simpai sebagian besar timbul dari stroma jaringan sehat diluar tumor, karena sel parenkim atropi akibat tekanan ekspansi tumor. Oleh karena ada simpai maka tumor jinak terbatas tegas, mudah digerakkan pada operasi. Tetapi tidak semua tumor jinak berkapsul,ada tumor jinak yang tidak berkapsul misalnya hemangioma.

Tumor ganas tumbuh progresif,invasive,dan merusak jaringan sekitarnya. Pada umumnya terbatas tidak tegas dari jaringan sekitarnya. Namun demikian ekspansi lambat dari tumor ganas dan terdorong ke daerah jaringan sehat sekitarnya. Pada pemeriksaan histologik,masa yang tidak berkapsul menunjukkan cabang – cabang invasi seperti kaki kepiting mencengkeram jaringan sehat sekitarnya.

Kebanyakan tumor ganas invasive dan dapat menembus dinding dan alat tubuh berlumen seperti usus,dinding pembuluh darah,limfe atau ruang perineural. Pertumbuhan invasive demikian menyebabkan reseksi pengeluaran tumor sangat sulit.

Pada karsinoma in situ misalnya di serviks uteri ,sel tumor menunjukkan tanda ganas tetapi tidak menembus membrane basal. Dengan berjalannya waktu sel tumor tersebut akan menembus membrane basal.

D. Metastasis/Penyebaran

Metastasis adalah penanaman tumor yang tidak berhubungan dengan tumor primer. Tumor ganas menimbulkan metastasis sedangkan tumor jinak tidak. Infasi sel kanker memungkinkan sel kanker menembus pembuluh darah, pembuluh limfe dan rongga tubuh,kemudian terjadi penyebaran. Dengan beberapa perkecualian semua tumor ganas dapat bermetastasis. Kekecualian tersebut adalah Glioma (tumor ganas sel gli) dan karsinoma sel basal , keduanya sangat infasif, tetapi jarang bermetastasis.

Umumnya tumor yang lebih anaplastik,lebih cepat timbul dan padanya kemungkinan terjadinya metastasis lebih besar. Namun banyak kekecualian. Tumor kecil berdiferensiasi baik, tumbuh lambat, kadand- kadang metastasisnya luas. Sebaliknya tumor tumbuh cepat ,tetap terlokalisir untuk waktu bertahun- tahun.

Penyebaran jauh tumor dapat timbul melalui tiga jalan:

1) Penyebaran ke daam rongga tubuh, yaitu dengan penempatan sel tumor pada permukaan paritoneum, pleura, perikardial dan ruang subraknoid. Contoh, karsinoma ovarium menyebaran transparitoneal ke permukaan hati atau organ dalam abdomen yang lain.

2) Invasi pembuluh limfe. Diikuti tranpor sel tumor ke kelenjar getah bening regional dan akhirnya bagian lain dari tubuh dan merupakan penyeberan permulaan yang umum pada karsinoma. Jadi karsinoma payudara menyebar kekelenjar getah bening aksila atau mamaria interna, tergantung lokasi (dan drainase limfatik) tumor. Kelenjar getah bening pada sisi metastesis sering membesar. Pembesaran seperti ini biasanya karena pertumbuhan sel tumor dalam kelenjar getah bening, tetapi pada beberapa kasus karena hiperplasia reaktif kelenjar getah bening sebagai respons terhadap antigen tumor.

Penyebaran hematogen. Khas sarkoma tetapi juga merupakan jalan yang di sukai karsinoma tertentu seperti yang berasal dari ginjal. Karena dindingnya tipis maka vena lebih sering diinvasi tumor daripada arteri. Paru dan hati adalah tempat yang sering terkena penyebaran hematogen karena menerima aliran vena dan sistemik. Tempat utama lain yang sering terkena penyebaran hematogen adalah otak dan tulang belakang.

Klasifikasi dan Tata Nama Neoplasma

Semua tumor baik tumor jinak maupun ganas mempunyai dua komponen dasar ialah parenkim dan stroma. Parenkim ialah sel tumor yang proliferatif,yang menunjukkan sifat pertumbuhan dan fungsi bervariasi menyerupai fungsi sel asalnya. Sebagai contoh produksi kolagen ,musin,atau keratin. Stroma merupakan pendukung parenkim tumor ,terdiri atas jaringan ikat dan pembuluh darah. Penyajian makanan pada sel tumor melalui pembuluh darah dengan cara difusi.

Klasifikasi neoplasma yang digunakan biasanya berdasarkan:

A. Klasifikasi Atas Dasar Sifat Biologik Tumor

Atas dasar sifat biologiknya tumor dapat dibedakan atas tumor yang bersifat jinak (tumor jinak) dan tumor yang bersifat ganas (tumor ganas) dan tumor yang terletak antara jinak dan ganas disebut “ Intermediate” .

1) Tumor Jinak (Benigna)

Tumor jinak tumbuhnya lambat dan biasanya mempunyai kapsul. Tidak tumbuh infiltratif, tidak merusak jaringan sekitarnya dan tidak menimbulkan anak sebar pada tempat yang jauh. Tumor jinak pada umumnya disembuhkan dengan sempurna kecuali yang mensekresi hormone atau yang terletak pada tempat yang sangat penting, misalnya disumsum tulang belakang yang dapat menimbulkan paraplesia atau pada saraf otak yang menekan jaringan otak.

2) Tumor Ganas ( Maligna )

Tumor ganas pada umumnya tumbuh cepat, infiltratif. Dan merusak jaringan sekitarnya. Disamping itu dapat menyebar keseluruh tubuh melalui aliran limpe atau aliran darah dan sering menimbulkan kematian.

3) Intermediate

Diantara 2 kelompok tumor jinak dan tumor ganas terdapat segolongan kecil tumor yang mempunyai sifat invasive local tetapi kemampuan metastasisnya kecil.Tumor demikian disebut tumor agresif local tumor ganas berderajat rendah. Sebagai contoh ialah karsinoma sel basal kulit.

A. Klasifikasi atas Dasar asal Sel / Jaringan ( Histogenesis)

Tumor diklasifikasikan dan diberi nama atas dasar asal sel tumor yaitu :

1) Neoplasma Berasal Sel Totipoten

Sel totipoten ialah sel yang dapat berdeferensiasi kedalam tiap jenis sel tubuh.Sebagai contoh ialah zigot yang berkembang menjadi janin. Paling sering sel totipoten dijumpai pada gonad yaitu sel germinal. Tumor sel germinal dapat berbentuk sebagai sel tidak berdifensiasi, contohnya : Seminoma atau diseger minoma.Yang berdiferensiasi minimal contohnya : karsinoma embrional, yang berdiferensiasi kejenis jaringan termasuk trofobias misalnya chorio carcinoma. Dan yolk sac carcinoma. Yang berdiferensiasi somatic adalah teratoma.

2) Tumor Sel Embrional Pluripoten

Sel embrional pluripoten dapat berdiferensiasi kedalam berbagai jenis sel-sel dan sebagai tumor akan membentuk berbagai jenis struktur alat tubuh. Tumor sel embrional pluripoten biasanya disebut embiroma atau biastoma, misalnya retinobiastoma, hepatoblastoma, embryonal rhbdomyosarcoma.

3) Tumor Sel Yang Berdiferensiasi

Jenis sel dewasa yang berdiferensiasi, terdapat dalam bentuk sel alat-lat tubuh pada kehidupan pot natal. Kebanyakan tumor pada manusia terbentuk dari sel berdiferensiasi.

Tata nama tumor ini merupakan gabungan berbagai faktor yaitu perbedaan antara jinak dan ganas, asal sel epnel dan mesenkim lokasi dan gambaran deskriptif lain.

1) Tumor Epitel

Tumor jinak epitel disebut adenoma jika terbentuk dari epitel kelenjar misalnya adenoma tiroid, adenoma kolon. Jika berasal dari epitel permukaan dan mempunyai arsitektur popiler disebut papiloma. Papiloma dapat timbul dari eitel skuamosa (papiloma skuamosa), epitel permukaan duktus kelenjar ( papiloma interaduktual pada payudara ) atau sel transisional ( papiloma sel transisional ).

Tumor ganas epitel disebut karsinoma. Kata ini berasal dari kota yunani yang berarti kepiting. Jika berasal dari sel skuamosa disebut karsinoma sel skuamosa. Bila berasal dari sel transisional disebut karsinoma sel transisional. Tumor ganas epitel yang berasal dari epitel belenjar disebut adenokarsinoma.

2) Tumor Jaringan Mesenkin

Tumor jinak mesenkin sering ditemukan meskipun biasanya kecil dan tidak begitu penting. Dan diberi nama asal jaringan (nama latin) dengan akhiran “oma”. Misalnya tumor jinak jaringan ikat (latin fiber) disebut “Fibroma”. Tumor jinak jaringan lemak (latin adipose) disebut lipoma.

Tumor ganas jaringan mesenkin yang ditemukan kurang dari 1 persendiberi nama asal jaringan (dalam bahasa latin atau yunani ) dengan akhiran “sarcoma” sebagai contoh tumor ganas jaringan ikat tersebut Fibrosarkoma dan berasal dari jaringan lemak diberi nama Liposarkoma.

a) Tumor campur (mixed Tumor)

Neoplasma yang terdiri dari lebih dari 1 jenis sel disebut tumor campur (mixed tumor). Sebagai contoh tumor campur kelenjar liur (adenoma pleomorfik kelenjar liur) yang terdiri atas epitel kelenjar, jaringan tulang rawan dan matriks berdegenerasi musin. Contoh lain ialah fibroadenoma mammae terdiri atas epitel yang membatasi lumen, atau celah dan jaringan ikat reneging matriks.

b) Hamartoma dan Koristoma

Hamartoma ialah lesi yang menterupai tumor. Pertumbuhannya ada koordinasi dengan jaringan individu yang bersangkutan. Tidak tumbuh otonom seperti neoplasma.Hamartoma selalu jinak dan biasanya terdiri atas 2 atau lebih tipe sel matur yang pada keadaan normal terdapat pada alat tubuh dimana terdapat lesi hamartoma.

c) Kista

Kista ialah ruangan berisi cairan dibatasi oleh epitel. Kista belum tentu tumor/neoplasma tetapi sering menimbulkan efek local seperti yang ditimbulkan oleh tumor/neoplasma.

Beberapa yang sering kita jumpai ialah kista :

  • Congenital ( ialah kista bronchial dan kista ductus tiroglosusus)
  • Neoplastik ( chystadenoma , cystadenocarcinoma ovarium )
  • Parasitic ( kista hidatid oleh echinococcus granulosus )
  • Implantasi ( kista epidermoid pada kulit setelah operasi )

Efek Neoplasma

Tumor jinak memberikan akibat-akibat pada penderita karena ketiga kemungkinan:

1) Karena Posisinya

Posisi tumor. Proliferasi sel tumor akan membentuk masa yang dapat menekan jaringan sekitarnya. Jaringan yang tertekan akan menjadi atrofik. Adenoma kelenjar gondok akan menekan trakea dan menggangu pernafasan. Tumor dalam ureter atau piala ginjal akan menyebabkan bendungan air kemih. Tumor intracranial misalnya meningioma dapat menyebabkan tekanan intracranial meninggi.

2) Karena Komplikasi Sekunder

Perdarahan dapat terjadi pada tumor-tumor jinak di selaput lender, misalnya papilloma pada tractus digestivus dan tractus urinarus.

Pada tumor-tumor ini dapat pula terjadi tukak pada permukaannya yang kemudian akan diikuti oleh infeksi.

Pada tumor-tumor jinak yang bertangkai seperti pada myoma subserosum atau suatu cystadenoma ovarii dapat terjadi perputaran tangkai dan menimbulkan rasa nyeri yang sangat. Tumor-tumor yang bertangkai pada usus dapat menimbulkan intususepsi (invaginasi).

3) Produksi Hormone Yang Berlebihan

Tumor-tumor jinak kelenjar endokrin dapat menghasilkan hormone yang berlebihan sehingga akan timbul akibat-akibat kelebihan hormone ini pada penderita.

Tumor ganas dapat menimbulkan gangguan pada penderita disebabkan oleh posisinya dan komplikasi sekunder seperti pada tumor jinak. Produksi hormone yang berlebihan pada tumor ganas kelenjar endokrin mungkin tidak terjadi karena sel-selnya berdiferensiasi buruk dan tidak membentuk hormone. Malah mungkin terjadi defisiensi karena terjadi kerusakan sel-sel normal oleh sel tumor. Yang terpenting pada tumor ganas adalah terjadinya destruksi jaringan sekitarnya oleh pertumbuhan yang infiltratif dan terjadinya metastasis.

Sebagian variasi ini dipengaruhi oleh reaksi penderita terhadap tumor. Beberapa penderita tampaknya tahan terhadap penyebaran dan mungkin daya imunologik sel menahan petumbuhan dan penyebaran sel kanker seperti suatu reaksi radang lokal dengan perubahan histiosit pada kelenjar getah bening regional.

Tumor ganas paling bayak menyebabkan kematian oleh karena terjadinya cachexia, yaitu penderita sangat lemah, berat badan sangat menurun dan keadaan umum sangat buruk. Keadaan ini menyebabkan penderita sangat mudah diserang penyakit lain seperti pneumonia. Biasanya ada hubungan antara jumlah keganasan tumor dengan beratnya cachexia. Tumor yang berat dengan penyebaran yang banyak biasanya menyebabkan cachexia yang berat.

Friedel (1965) berpendapat bahawa cachexia disebabkan adanya anemi yang berat akibat banyaknya perusakan sel-sel darah merah. Perusakan sel-sel darah merah yang berlebihan ini disebabkan adanya hiperplasi susunn retikuloendotel pada keadaan adanya tumor ganas, akibat dirangsang oleh jaringan tumor yang nekrotik.

Wilis (1967) berpendapat bahwa cachexia disebabkan oleh berbagai faktor yang terjadi pada keadaan tumor ganas seperti: starvation, terjadinya tukak dengan perdarahan, infeksi sekunder, destruksi alat-alat tubuh penting seperti hati atau paru-paru oleh anaksebar, rasa nyeri kurang tidur dan kegelisahan penderita.

Referensi:

Ahmad Ahyar, 2011. Neoplasma: http://neoplasma-ahmad-akhyar.blogspot.com

Anomin, 2011. Neoplasma: http://www.scribd.com/

Robbins & Kumar, 1995. Buku Ajar Patologi I. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Rukmono, Dr, 1073. Patologi. Universitas Indonesia. Jakarta.

Prinsip-Prinsip Terapi Antimikroba (Antibiotik)

Spektrum antimicroba

Asumsi Dasar Pemakaian Antibiotik

  • Sifat toksisitas selektif : membunuh mikroorganisme yang menginvasi host tanpa merusak sel host.
  • Toksisitas Antibiotik lebih bersifat relatif daripada absolut : perlu kontrol konsentrasi obat secara hati-hati sehingga dapat ditolerir tubuh.

Seleksi Obat Antimikroba

Dasar pertimbangan (ideal) :

  • Identifikasi & sensitivitas organisme,
  • Tempat infeksi,
  • Status pasien (umur, BB, keadaan patologis, kehamilan & laktasi),
  • Keamanan antibiotik,
  • Biaya.

Dalam prakteknya :

  • Terapi empirik sebelum identifikasi organisme.
  • Berdasar bukti-bukti ilmiah & pengalaman, dengan mempertimbangkan : mengutamakan obat bakterisid, memilih obat dengan daya penetrasi baik (jaringan tubuh, sistem saraf pusat), memilih obat dengan frekuensi pemberian rendah (drug compliance), mengutamakan obat dengan pengikatan protein rendah, tidak merutinkan penggunaan antibiotik mutakhir (misalnya sefalosporin gen-3) agar terjamin ketersediaan antibiotik yang lebih efektif bila dijumpai resistensi)

Pemberian AB :

  • Dosis : kadar obat di tempat infeksi harus melampaui MIC kuman. Untuk mencapai kadar puncak obat dlm darah, kalau perlu dengan loading dose (ganda) dan dimulai dengan injeksi kemudian diteruskan obat oral.
  • Frekuensi pemberian : tergantung waktu paruh (t½) obat. Bila t½ pendek, maka frekuensi pemberiannya sering.
  • Lama terapi : harus cukup panjang untuk menjamin semua kuman telah mati & menghindari kekambuhan. Lazimnya terapi diteruskan 2-3 hari setelah gejala penyakit lenyap.

Antibiotik Berdasarkan Mekanisme Kerja

Bakteriostatika :

  • Menahan pertumbuhan & replikasi bakteri pada kadar serum yang dapat dicapai tubuh pasien.
  • Membatasi penyebaran infeksi saat sistem imun tubuh bekerja memobilisasi & mengeliminasi bakteri patogen.
  • Misalnya : Sulfonamid, Kloramfenikol, Tetrasiklin, Makrolid, Linkomisin.

Bakterisid :

  • Membunuh bakteri serta jumlah total organisme yang dapat hidup & diturunkan.
  • Pembagian : a) Bekerja pd fase tumbuh kuman, misalnya : Penisilin, Sefalosporin, Kuinolon, Rifampisin, Polipeptida. b) Bekerja pada fase istirahat, misalnya : Aminoglikosid, INH, Kotrimoksazol, Polipeptida.

Spektrum Antimikroba

  • Spektrum Sempit : bekerja hanya pada mikroorganisme tunggal / grup tertentu. Misalnya, Isoniazid untuk mikobakteria.
  • Spektrum Sedang : efektif melawan organisme Gram (+) & beberapa bakteri Gram (-). Misalnya, Ampisilin.
  • Spektrum Luas : mempengaruhi spesies mikroba secara luas. Misalnya, Kloramfenikol & Tetrasiklin.

Kombinasi Obat-Obat Antimikroba

Pemberian AB tunggal lebih dianjurkan untuk :

  • Organisme penyebab infeksi spesifik.
  • Menurunkan kemungkinan superinfeksi.
  • Menurunkan resistensi organisme.
  • Mengurangi toksisitas

Pemberian Antibiotik kombinasi untuk keadaan khusus :

  • Infeksi campuran.
  • Ada risiko resistensi organisme, misalnya pada TBC.
  • Keadaan yang membutuhkan AB dengan dosis besar, misalnya sepsis, dan etiologi infeksi yang belum diketahui.

Keuntungan Pemberian Antibiotik kombinasi :

  • Efek sinergistik / potensiasi, misalnya : a) Betalaktam + Aminoglikosid; b) Kotrimoksazol (Sulfametoksazol + Trimetoprim); c) MDT pada AIDS (AZT + Ritonavir + 3TC).
  • Mengatasi & mengurangi resistensi, misalnya : a) Amoksisilin + Asam klavulanat; b) Obat-obat TBC & lepra; c) MDT pada AIDS.
  • Mengurangi toksisitas, misalnya : Trisulfa + sitostatika.

Kerugian Pemberian Antibiotik kombinasi :

  • Antagonisme pada penggunaan bakteriostatika & bakterisid yang bekerja pada fase tumbuh.

Resistensi Obat

Definisi “resisten” :

  • Bila pertumbuhan bakteri tidak dapat dihambat oleh antibiotik pada kadar maksimal yang dapat ditolerir host.

Penyebab resistensi :

  • Perubahan genetik,
  • Mutasi spontan DNA,
  • Transfer DNA antar organisme (konjugasi, transduksi, transformasi),
  • Induksi antibiotik.

Perubahan ekspresi protein pada organisme yang resisten :

  • Modifikasi tempat target,
  • Menurunnya daya penetrasi obat (adanya lapisan polisakarida, adanya sistem efluks),
  • Inaktivasi oleh enzim.

Antibiotika Profilaktik

  • Pemberian antibiotik untuk pencegahan infeksi, bukan untuk pengobatan infeksi.
  • Lama pemberian ditentukan oleh lamanya risiko infeksi.
  • Dapat timbul resistensi bakteri & superinfeksi.

Komplikasi Terapi AB

  • Hipersensitivitas, misalnya pada pemberian Penisilin berupa reaksi alergi ringan (gatal-gatal) hingga syok anafilaktik.
  • Toksisitas langsung, misalnya pada pemberian Aminoglikosid berupa ototoksisitas.
  • Superinfeksi, misalnya pada pemberian antibiotik spektrum luas atau kombinasi akan menyebabkan perubahan flora normal tubuh sehingga pertumbuhan organisme lain seperti jamur menjadi berlebihan dan resistensi bakteri.

Klasifikasi Antibiotik berdasarkan mekanisme kerjanya :

  • Inhibitor metabolisme asam folat (antagonisme kompetisi).
  • Inhibitor sintesis dinding sel, misalnya betalaktam, vankomisin.
  • Inhibitor sintesis membran sel.
  • Inhibitor sintesis protein sel, misalnya tetrasiklin, aminoglikosid, makrolid, klindamisin, kloramfenikol.
  • Inhibitor sintesis / fungsi asam nukleat, misalnya fluorokuinolon, rifampin.

Golongan Darah



800px-Bleeding_finger Suatu kali kamu terjatuh, atau kulit kamu tergores benda tajam, atau pada saat gigi kamu di cabut, kamu akan mengeluarkan darah, merah warnanya. Nampaknya semua darah berwarna merah, tapi tahukah kamu ternyata tidak semua darah merah itu “sama”. Setiap darah manusia itu ternyata berbeda-beda. Apa perbedaannya? Kenapa bisa berbeda? dan apa kegunaan dari mengetahui perbedaan itu?

Darah merah manusia itu memiliki kandungan karbohidrat dan protein yang berbeda-beda, baik dalam Sel darah merah maupun pada Plasma (darah merah terdiri dari sel darah merah dan plasma tempatnya "mengambang")

Protein dalam Sel darah disebut agglutinogen, sementara protein dalam plasma disebut agglutinin .

ABO_blood_type Agglutinogen memiliki dua jenis yaitu A dan B, begitu juga agglutinin memiliki jenis a dan b.

  1. Golongan darah A jika mengandung agglutinogen A di sel-selnya dan agglutinin b di plasma-nya
  2. Golongan darah B jika mengandung agglutinogen B di sel-selnya dan agglutinin a di plasma-nya
  3. Goongan darah AB jika mengandung agglutinogen A dan B di sel-selnya dan tidak memiliki agglutinin di plasma-nya
  4. Golongan darah O jika tidak memiliki aggllutinogen di sel-selnya dan memiliki agglutinin a dan b di plasmanya.

Perbedaan inilah yang kemudian dikelompokkan menjadi penggolongan darah. Golongan darah yang dikenal adalah ABO dan Rh (Rhesus).

Golongan darah ABO terdiri dari golongan darah O, A, B, dan AB. Dan penggolongan berdasarkan faktor Rh terbagi menjadi Rh+ dan Rh-

codominant Golongan darah juga diturunkan berdasarkan golongan darah ayah dan ibu. Jika orang tua kamu ada yang bergolongan darah O, maka kamu dan saudara-saudara kamu sekandung akan memiliki kemungkinan bergolongan darah O atau golongan darah lainnya kecuali AB. Sebaliknya, jika orang tua kamu ada yang bergolongan darah AB maka kamu akan berpeluang memiliki golongan darah A, B, AB, dan tidak mungkin bergolongan darah O.

Ada ahli yang beranggapan bahwa golongan darah ini juga terbentuk dari pola hidup manusia. Konon puluhan ribu tahun yang lalu, dimana penduduk bumi masih berupa pemburu dan banyak mengkonsumsi daging, penduduk bumi ini memiliki golongan darah O, kemudian saat manusia mulai bercocok tanam dan mencampur makannya dengan tumbuh-tumbuhan, muncul type golongan darah A, lalu berturut-turut setelah terjadi percampuran budaya dan bangsa, mucul golongan darah B dan terakhir AB.

19449 Golongan darah berguna pada saat kita mau melakukan transfusi darah. Yaitu proses tranfer darah ke mereka yang membutuhkan, misal karena kekurangan darah oleh sebab kecelakaan, penyakit,atau sebab lain. Darah yang di berikan kepada orang yang menerima harus ”cocok”. Jika tidak akan terjadi masalah yang fatal, bahkan kematian.

blood Orang yang memberikan darah disebut DONOR, dan yang menerima darah disebut RECIPIEN. Donor bergolongan darah O dapat memberikan darahnya kepada semua golongan darah, dan golongan darah AB dapat menerima darah dari semua golongan darah.

Jika kamu sudah cukup besar kamu bisa menjadi peserta donor darah, datanglah ke PMI, dan setelah kamu di nyatakan sehat kamu bisa menyumbangkan darah kamu, disimpan, dan digunakan oleh orang yang mambutuhkan. Berbuat baik ternyata dapat juga dengan memberikan sedikit darah kamu.***

(dari berbagai sumber)




Reaksi Silang (Crossmatch reaction)

Tentu sebagian dari kita sudah mengetahui tentang apa itu reaksi silang atau crossmatch, dan saya yakin banyak di antara kita sudah lupa atau bahkan malah belum pernah mendengar tentangnya. Maka tidak ada salahnya kita sedikit membaca lagi tentang apa itu reaksi silang secara umum.

Reaksi silang adalah suatu jenis pemeriksaan yang dilakukan sebelum pelaksanaan transfusi darah. Tujuannya adalah untuk melihat apakah darah dari pendonor cocok dengan penerima (resipien) sehingga dapat mencegah terjadinya reaksi transfusi hemolitik. Selain itu juga untuk konfirmasi golongan darah.

Macam dari reaksi silang :

1. Reaksi silang mayor : eritrosit donor + serum resipien

Memeriksa ada tidaknya aglutinin resipien yang mungkin dapat merusak eritrosit donor yang masuk pada saat pelaksanaan transfusi

2. Reaksi silang minor : serum donor + eritrosit resipien

Memeriksa ada tidaknya aglutinin donor yang mungkin dapat merusak eritrosit resipien. Reaksi ini dianggap kurang penting dibanding reaksi silang mayor, karena agglutinin donor akan sangat diencerkan oleh plasma di dalam sirkulasi darah resipien.

Tahapan Reaksi Silang :

1. Reaksi silang salin

Tes ini untuk menilai kecocokan antibody alami dengan antigen eritrosit antara donor dan resipien, sehingga reaksi transfusi hemolitik yang fatal bisa dihindari. Tes ini juga dapat menilai golongan darah.

2. Reaksi silang albumin

Tes ini untuk mendeteksi antibody anti-Rh dan meningkatkan sensitivitas tes antiglobulin dengan menggunakan media albumin bovine.

3. Reaksi silang antiglobulin

Untuk mendeteksi IgG yang dapatmenimbulkan masalah dalam transfusi yang tidak dapat terdeteksi pada kedua tes sebelumnya. Terutama dikerjakan pada resipien yang pernah menerima transfusi darah atau wanita yang pernah hamil.

Semoga bermanfaat

dari berbagai sumber

Crossmatch





Crossmatch (Ing.). Pemeriksaan serologis untuk menetapkan sesuai/tidak sesuainya darah donor dengan darah resipien. Dilakukan sebelum
*transfusi darah dan bila terjadi reaksi transfusi darah. Terdapat dua cara pemeniksaan, yaitu: 1. mencampur enitrosit donor (aglutinongen donor) dengan serum resipien (aglutinin resipien); percobaan ini disebut Crossmatch mayor; 2. mencampun eritrosit resipien (aglutinongen resipien) dengan serum donor (aglutinin donor); percobaan mi disebut Crossmatch minor.

Cara menilai basil pemeriksaan adalah sebagai berikut:
a) bila kedua pemeriksaan (crossmatch mayor dan minor tidak mengakibatkan aglutinasi eritrosit, maka diartikan bahwa darah donor sesual dengan darah resipien sehingga transfusi darah boleh dilakukan; bila Crossmatch mayor menghasilkan aglutinasi, tanpa memperhatikan basil Crossmatch minor, diartikan bahwa darah donor tidak sesuai dengan darah resipien sehingga transfusi darah tidak dapat dilakukan dengan menggunakan darah donor itu; c) bila Crossmatch mayor tidak menghasilkan aglutinasi, sedangkan dengan Crossmatch minor terjadi aglutinasi, maka Crossmatch minor harus diulangi dengan menggunakan serum donor yang diencerkan. Bila pemeriksaan terakhir mi ternyata nidak menghasilkan aglutinasi, maka transfusi darah masih dapat dilakukan dengan menggunacan darah donor tersebut, hal ini disesuaikan dengan keadaan pada waktu transfusi dilakukan, yaitu serum darah donor akan mengalami pengaan dalam aliran darah resipien. Bila pemeriksaan dengan serum donor yang diencerkan menghasilkan aglutinasi, maka darah donor
itu tidak dapat ditransfusikan.